Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Jumat, Juni 12, 2009

Segelas Susu untuk Istri


Oleh Indah Ratnaningsih

“Mas, aku minta cerai saja”, kata Aminah kepada suaminya malam itu.
Dudi suaminya, tentu saja kaget mendengar permintaan istrinya. Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba istrinya minta cerai.
“Memangnya kenapa, kok tiba-tiba minta cerai?”, Dudi berujar dengar perasaan gusar.
“Sepertinya sudah tidak ada lagi cinta di antara kita.”, Aminah menjawab ketus.

Dudi semakin tidak mengerti. Ia merasa sudah melakukan segala hal untuk keluarganya. Kerja kerasnya sebagai penopang ekonomi keluarga kini mulai menampakkan hasilnya. Ia kini telah memiliki perusahaan sendiri meski kecil, ia juga telah mampu mempersembahkan sebuah rumah meski tidak terlalu mewah untuk istri dan seorang anaknya.
***

Januh, merasa diabaikan dan tidak dicintai lagi oleh pasangan, bisa melanda siapapun dalam kehidupan berumah tangga. Mungkin itu yang kini dirasakan Aminah. Setelah sekian lama mendampingi suami, mengurus rumah tangga dan anaknya. Sementara ia melihat suami seperti mengabaikannya, ia sibuk sendiri dengan usahanya. Sebaliknya, Dudi justru merasa telah begitu banyak memberi pada keluarganya. Dengan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, ia merasa kewajibannya sebagai suami impas sudah.

John Gray, Ph.d. dalam bukunya Men are From Mars, Women are from Venus yang berisi kiat-kiat praktis komunikasi efektif suami istri mengungkapkan bahwa pria menganggap dirinya mendapat nilai tinggi di mata istrinya jika melakukan sesuatu yang hebat bagi wanita itu, seperti membelikan mobil baru atau membayarkan cicilan rumah. Ia menganggap melakukan hal-hal kecil seperti membantu istri di dapur, memandikan anak dsb., nilainya tidak setinggi ketika ia memberikan kunci mobil baru pada istrinya. Padahal, hal-hal kecil yang dilakukan suami untuk istrinya seperti itu, di mata seorang istri sama nilainya dengan hal-hal besar yang ingin dilakukannya. Mengapa? Karena di mata istri, besar kecilnya sebuah pemberian cinta dari seorang suami, nilainya sama satu point. Tapi suami menganggap ia hanya akan mendapat 1 point untuk pemberian kecil kepada istrinya, dan 30 point untuk pemberian besar yang ia berikan. Tanpa disadari bahwa di mata wanita, hal-hal kecil sama pentingnya dengan hal-hal besar.

John Gray dalam buku tersebut juga menyebutkan 101 cara memperoleh nilai di mata istri yang ternyata semuanya tidak ada yang membutuhkan biaya mahal, hanya sebuah perhatian, pengertian yang dilandasi ketulusan memberi, seperti;
o Mencium kening istri sebelum berangkat kerja.
o Kalau akan pulang terlambat, kabarilah istri melalui telepon.
o Telepon istri dari kantor dan katakan bahwa Anda menyintainya. Jangan sungkan untuk menyatakan cinta meski beberapa kali sehari.
o Setelah sampai rumah, carilah istri terlebih dahulu sebelum melakukan hal-hal lain dan peluklah ia.
o Berlatihlah mendengarkan dan mengajukan pertanyaan. Saat mendengarkan, matikan TV dan singkirkan bacaan yang sedang Anda pegang.
o Pujilah penampilannya.
o Hargai perasan istri jika ia marah.
o Tawarkan bantuan padanya bila kelelahan.
o Jangan merasa sungkan untuk membantu istri di dapur untuk masak atau mencuci piring sesekali.
o Peluklah istri empat kali sehari.
o Belikan ia hadiah-hadiah kecil, sekuntum bunga, sekotak kecil coklat atau parfum.
o Tunjukkan kemesraan di depan umum.
o Berikan perhatian padanya lebih dari orang lain di depan umu.
o Dll.

Melihat sederetan hal yang harus dilakukan seperti di atas, memang seperti sebuah tuntutan, hal-hal kecil seperti itu akan membuat tangki cinta seorang pria penuh. Sehingga nilainya akan sama dengan istrinya, istri pun ketika merasa dirinya benar-benar dicintai akan memberikan cintanya pula kepada suaminya. Maka kepuasan pun akan menghinggapi perasaan sepasang suami istri tersebut.
***

Pagi itu Dudi menghampiri istrinya yang sedang duduk termangu di kursi yang ada di taman belakang rumahnya. Ia membawa sebuah baki berisi sepiring nasi gorang plus telur cepok dan segelas susu.

“Istriku, sarapan dulu ya…Mas sengaja membuatkan sarapan ini untuk Adik”, kata Dudi lembut.

Aminah menoleh ke arah suara. Suaminya telah berdiri di dampingnya dengan sebuah baki di tangganya. Aminah menatap Dudi dengan tatapan seolah tak percaya. Betulkah ini Dudi suaminya yang selama ini seperti begitu sibuk dan mengabaikannya? Betulkah makanan itu untuknya?

“Mas Dudi!”, hanya itu yang terdengar dari mulutnya. Matanya berkaca-kaca menahan haru di hatinya. Sesaat Aminah lupa akan permintaan cerai yang diucapkannya tadi malam. (Tabloid MQ, Des, 2004)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.