Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Jumat, Juni 12, 2009

Ketika Pasangan Hidup Mengecewakan




Jangan pernah beranggapan bahwa pasangan kita tidak mau atau tidak berniat membahagiakan kita. Mungkin ia ‘belum mampu atau belum tahu cara membahagiakan’ kita. Dengan berpikir demikian, akan hadir semangat baru untuk menuju ke arah yang diinginkan bersama pasangan suami istri

MEMASUKI kehidupan baru pasca nikah memang memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Pasangan suami istri (pasutri) baru harus menghadapi kenyataan bahwa pasangannya ternyata tidak seideal bayangannya dahulu ketika belum menikah. Apalagi pada pasutri yang manjalani proses ta’aruf singkat, yang tentu belum sempat mengenal pasangannya secara mendalam. Bukan soal berapa lamanya waktu ta’aruf yang harus disalahkan. Karena, sekalipun proses ta’aruf hanya sebentar, tapi bila mampu mengetahui watak asli calon suami/istri melalui perantaranya, tentu tetap efektif Apalagi disertai ilmu yang memadai tentang pernikahan dan kesiapan mental yang kuat dengan landasan niat ibadah. Tentu, tidak berarti juga proses penyesuaian ini hadir tanpa masalah.

Intan (bukan nama sebenarnya), misalnya. Ia seorang istri yang baru 3 bulan menikah. Suatu hari ia curhat pada Reni sahabatnya. Menurut penilaian Intan, Reni selalu terlihat romantis dengan suaminya. “Suamimu mah romantis, selalu terlihat mesra Tidak seperti suamiku yang pendiam dan selalu dingin,” keluhnya.

Bagaiamana seharusnya menghadapi kenyataan bahwa pasangan hidup ternyata mengecewakan kita? Dalam hal ini, Ustadzah Mimin Aminah (Pengisi Acara Rumahku Syurgaku Radio MQFM) memberikan saran agar memastikan dulu tiga kemungkinan: 

Pertama, mungkin pasangan kita tidak tahu keinginan kita Pada kasus Intan di atas, mungkin suami Intan tidak tahu kalau Intan sebenarnya menginginkan keromantisan dari suaminya. Maka yang harus dilakukan adalah memberitahukan keinginan kita pada pasangan. Tentu dengan komunikasi yang efektif; 1) Memilih waktu yang tepat, santai dan menyenangkan, 2) Dengan pilihan kata yang tepat agar tidak menyingggung perasaan pasangan kita, dan 3) Dalam kondisi hati yang tenang, tidak emosi apalagi saat marah. 

Kedua, jika pasangan sudah tahu keinginan kita, tapi tetap belum terlihat mau mewujudkan keinginan kita, ada kemungkinan pasangan kita belum mampu mewujudkan keinginan kita, bukan tidak tahu Untuk itu, bantulah ia agar mampu mewujudkan keinginan kita. Suami Intan misalnya, ternyata ia tahu kalau Intan menginginkan dirinya menjadi romantis, tapi karena ia beranggapan bahwa ’sikap dinginnya’ itu sudah menjadi sifatnya sejak dulu, ia pun merasa sulit mengubah kebiasaannya itu. Apalagi suami Intan dididik keras oleh orangtuanya. Alhasil, Intan harus bisa lebih sabar membimbing suami agar mau berubah tanpa merasa disuruh, dan tanpa tuntutan keharusan yang akan membelenggu suaminya. 

Ketiga, sebenarnya mampu tapi belum mau menjalankannya. Kasus ini sangat membutuhkan kesabaran ekstra setiap pasangan hidup. Seperti Bu Hanum, misalnya, yang harus menghadapi sulitnya suami saat diajak shalat 5 waktu Alasannya karena kesibukan kerja. Untuk itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah memulai dari diri sendiri. Kadang istri juga harus bisa menjadi contoh di keluarga, bila suami ternyata belum mampu menjadi panutan. Lalu, sedikit demi sedikit mengajak secara langsung pada suami. Tentu dengan bahasa yang bisa diterima tanpa menyinggung. Bila tetap belum berubah, maka banyaklah berdoa agar suami kita dibimbing Allah menjadi hamba yang taat pada-Nya. 

Jangan pernah beranggapan bahwa pasangan kita tidak mau atau tidak berniat membahagiakan kita. Mungkin ia ‘belum mampu atau belum tahu cara membahagiakan’ kita. Dengan berpikir demikian, akan hadir semangat baru untuk menuju ke arah yang diinginkan bersama pasangan suami istri.
Namun demikian, ada batasan tertentu yang tidak boleh dilanggar agar keinginan tidak berbuah tuntutan. 

Pasangan hidup kita juga manusia yang punya hak untuk berkembang menjadi dirinya sendiri. Terkadang seorang suami menuntut istrinya sesuai harapannya. Begitu juga sebaliknya, istri menuntut suaminya agar sesuai harapannya. Tidak selamanya mereka bisa berubah menjadi seperti harapan masing-masing pasangan hidupnya. Bukankah sepasang suami istri disatukan Allah Swt. untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing? Karena itu, bergerak dan berubahlah menjadi seperti yang Allah harapkan. Wallahua’lam (Tabloid MQ/Agustus)***

4 komentar:

  1. wah, pasangan hidup aq ntar kayak gimana ya

    BalasHapus
  2. berdoa aja, moga mendapatkan suami yg soleh, baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. hehehe.....
    saling mendoakan saja.

    BalasHapus
  3. alhamdulillah.. suami qu... suami idola!! dan suami qu menyebut aqu, istri idaman. wihhhh bahagianya.......

    BalasHapus
  4. @Rina: syukur alhamdulillah. sy ikut seneng. smoga kebahagiaan itu selalu abadi hingga akhir hayat. amiin.

    BalasHapus

Untaian kata darimu selalu kunantikan.