Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Kamis, Juni 18, 2009

Berjiwa Besar vs Berjiwa Kerdil



Sekitar dua bulan lalu saya melakukan wawancara dengan beberapa pengusaha di Bandung untuk pembuatan buku bisnis. Hampir semua pengusaha yang saya kontak siap diwawancara, kecuali yang memang benar-benar sibuk. Sebenarnya mereka siap diwawancarai, tapi karena waktu yang mereka sediakan melebihi deadline penulisan, akhirnya saya yang mundur. Untuk alasan yang satu ini saya sangat memaklumi, karena waktu bagi seorang pengusaha adalah uang. Tapi ada satu pengusaha kecil yang menolak untuk diwawancarai dengan alasan yang membuat saya kurang berkenan. Dia punya waktu untuk diwawancarai, tapi dia takut kalau membagikan ilmu bisnisnya kepada orang lain akan membuat usahanya merugi karena bertambahnya pesaing.

Buku yang saya susun saat itu memang mengulas tentang berbagai jenis bisnis dengan analisis bisnisnya, tentang berapa modal yang dibutuhkan untuk memulai suatu bisnis, bagaimana strategi mengembangkan bisnis tersebut, termasuk hambatan dan peluang bisnis dalam berbagai bidang. Boleh dibilang kupas tuntas tentang suatu bisnis. Mungkin karena itu pengusaha kecil penjual voucer pulsa tersebut merasa keberatan kalau strategi bisnisnya ditiru orang lain hingga mereka mengalami keuntungan yang sama atau bahkan lebih. Pada awalnya dia bahkan menganggap saya ini petugas sensus pajak yang menyamar, sehingga nampak sekali penolakannya.

Di tempat lain saya juga bertemu dengan seorang pengusaha yang menurut saya cukup bijaksana, bahkan berjiwa besar. Karyo, sebut saja begitu. Dia merantau dari satu kota kecil di Jawa Tengah ke Bandung, kemudian menjadi tukang jahit baju di toko kakaknya. Beberapa tahun menjadi karyawan, dia pun memberanikan diri membuka usaha jasa jahit sendiri dengan modal tabungan yang tidak seberapa. Dengan ketekunan dan kerja keras, akhirnya Karyo mampu mengembangkan usaha hingga memiliki beberapa karyawan. Fluktuasi usaha sempat dia alami. Termasuk keluar-masuknya karyawan; ada karyawan yang selalu setia, tapi ada juga karyawan yang akhirnya memilih mandiri dengan membuka usaha yang sama di tempat lain. Dia tidak pernah sakit hati meski ditinggal karyawannya di saat dia masih membutuhkan tenaga mereka. Sebaliknya, dia justru membantu karyawannya ini menyiapkan segala keperluan untuk memulai usaha mereka.

Berbekal keyakinan kepada Allah, ia tetap yakin bahwa Allah tidak pernah salah memberikan rezeki kepada setiap hamba-Nya. Termasuk kepada dirinya dan mantan karyawannya. Karyo justru bangga kalau karyawannya sukses. Meski dia sempat mengalami sedikit kesulitan untuk mendapatkan karyawan pengganti karena saat ini memang tidak mudah mencari penjahit profesional. Profesi penjahit boleh dibilang sudah mulai langka. Kondisi ini sempat membuat Karyo diprotes oleh kakaknya yang juga berprofesi sebagai penjahit. Karyo diminta untuk tidak lagi membagi ilmu tentang jahit-menjahit beserta strategi bisnisnya kepada orang lain. Kakaknya khawatir hal itu akan mengundang pesaing baru, sementara pengguna jasa jahit sudah semakin berkurang akibat hadirnya baju-baju jadi produk pabrik yang relatif lebih murah.

Tapi Karyo bergeming dengan larangan kakaknya ini. Ia tetap siap untuk berbagi ilmu yang ia punya kepada orang yang membutuhkan, terutama di dunia jahit-menjahit. Tidak terkecuali dengan saya yang memintanya berbagi lewat buku yang sedang saya tulis. Nyatanya rezekinya tidak menjadi berkurang, bahkan ia merasakan keberkahan dari harta yang dia miliki. Dia kini memiliki tiga orang karyawan, memiliki satu toko alat jahit dan rumah kontrakan yang harganya lebih dari 200 juta. Sementara kakaknya, secara materi masih jauh di bawah dia.

Ketika saya bertanya apa kunci suksesnya, dia menjawab, “Jalani saja prinsip tombo ati”. Saya mencoba mengingat-ingat kembali lagu Tombo Ati-nya Opick; (1). Baca Al Quran dengan memahami artinya, (2). Tegakkan qiyamul lail, (3). Dzikir malam yang panjang, (4). Berpuasa sunnah, (5). Berkumpul dengan orang shaleh.

Selain lima ibadah yang rutin dilakukannya, dia juga gemar bershadaqah. Shadaqah inilah yang menurutnya semakin membuat hartanya berkah dan berkembang. Dia pernah menitipkan hartanya di suatu masjid sekitar lima juta. Dalam perjalanan pulang, dia bertemu beberapa orang yang memberikan uang kepadanya. Ketika sampai di rumah dan menghitung uangnya, ternyata jumlahnya lebih dari lima juta. Mungkin itulah balasan rizki yang Allah berikan secara cash atas shadaqah yang diberikannya. Subhanallah.

Dari kedua profil pengusaha tadi; pengusaha kecil penjual voucer pulsa dan Karyo, penjahit baju, saya dapat menemukan satu kesimpulan tentang seseorang yang berjiwa besar dan berjiwa kerdil. Seorang yang berjiwa besar –seperti Karyo—ketika mengalami kesuksesan akan berfikir bagaimana agar orang lain juga merasakan kesuksesan yang sama dengan dirinya atau bahkan lebih. Saat dia merasakan kebahagiaan, dia akan berfikir bagaimana orang lain pun dapat merasakan kebahagiaan sepertinya. Bukan sebaliknya, menghambat kesuksesan orang lain, atau menghalangi kebahagiaan orang lain.

Bila diukur keuntungan secara materi, ternyata Karyo lebih sukses dibanding pengusaha penjual voucer tersebut. Semoga saya bisa meneladani kebesaran jiwa Pak Karyo, yang meski hanya mengantongi ijazah SMP, tapi mampu menapaki kehidupannya dengan kepala tegak dan kebesaran jiwanya. @

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.