Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Rabu, Juni 10, 2009

Pembebasan Manohara Pinot, Pembebasan Belenggu Cinta


Minggu, 31 Mei kemarin Manohara Odelia Pinot berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan Kerajaan Kelantan Malaysia dan kembali ke Indonesia. Seperti banyak diberitakan media, Manohara yang menikah dengan Pangeran Kerajaan Kelantan Tengku Mohammad Fakhry pada 26 Agustus 2008 silam ini mengalami tindak kekerasan seksual dari suaminya sejak malam pertama. Merasa tidak tahan dengan perlakuan suaminya, model cantik kelahiran Jakarta, 28 Februari 1992 ini pernah berhasil kabur dari belenggu suaminya akhir 2008 lalu malalui Singapura. Namun mereka kembali bertemu saat berumrah dengan keluarganya akhir Februari 2009. Saat itulah Manohara dikabarkan diculik oleh suaminya. Sejak saat itu pula Mano tidak bisa saling kontak dengan keluarganya di Indonesia.

Dengan kembalinya Manohara ke Indonesia, setidaknya perjuangan Deasy Fajarina, ibunda Manohara untuk menyelamatkan nasib buruk yang menimpa anaknya membawa hasil happy ending. Perjalanan cinta wanita keturunan Kerajaan Bugis ini boleh dibilang sebagai tragedi cinta yang mengharu biru, seperti burung di dalam sangkar emas. Pas banget dengan syair lagu nostalgia; “Wanita dijajah pria sejak dulu/ Dijadikan perhiasan sangkar madu/Namun adakala pria takberdaya/Tekuk lutut di sudut kerling wanita.”

Si cantik Mano konon hanya dianggap sebagai property belaka oleh suaminya. Maka wajar ketika Mano ditanya oleh wartawan apakah suaminya akan merasa kehilangan dirinya, dia menjawab, “Mungkin kehilangan, tapi rasa kehilangannya seperti kehilangan sebuah mobil.”

Masih Banyak Manohara-Manohara yang Lain

Kasus kekerasan terhadap perempuan seperti yang dialami Manohara memang sudah terjadi sejak lama. Jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik yang terjadi dalam keluarga (KdRT, Kekerasan dalam Rumah Tangga), maupun dalam komunitas/lingkungan. Seperti dilansir Kominfo Newsroom (08-Maret-2009) bahwa pada 2008, mayoritas dari perempuan korban ekonomi dalam rumah tangga adalah para istri [sebanyak 6.800 kasus dari 46.884 kasus Kekerasan Terhadap Isteri (KTI)], sedangkan mayoritas korban kekerasan seksual di komunitas adalah perempuan di bawah umur, sebanyak 469 kasus. (ini data kasus yang ditangani oleh lembaga pengada layanan semacam women’s crisis centre.)

Data tersebut belumlah menggambarkan jumlah yang sebenarnya, itu baru yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Apalagi, pada umumnya kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung ditutup-tutupi, baik oleh pelakunya maupun oleh korbannya. Mereka menganggap aib bila sampai diketahui oleh orang lain, apalagi kalau sampai ke pengadilan. Seperti gunung es, kasus yang terjadi di lapangan jumlahnya jauh lebih banyak dari data yang ada. Meski kasus kekerasan terhadap perempuan sudah banyak terjadi, bahkan mungkin ada di sekitar kita, tapi tidak sedikit perempuan korban kekerasan yang mandah menerima saja diperlakukan seperti itu.

Seperti yang terjadi dengan sahabat saya. Sejak pertama menikah, dialah yang harus menghidupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Suaminya pengangguran. Ironisnya, bukan berterima kasih kepada istrinya, ia malah berselingkuh dengan perempuan lain sampai ketahuan oleh istrinya. Bukan hanya itu, suaminya juga sempai berurusan dengan polisi karena percobaan tindak kriminal.

“Kenapa suamiku harus melakukan ini kepadaku saat cinta di hati ini mulai tumbuh untuknya.” Begitu jerit batin sahabatku.

Mereka memang baru kenal beberapa hari sebelum akhirnya menikah, maka wajar bila cinta tidak begitu saja hadir di hatinya. Butuh proses. Tapi sayangnya proses itu harus dinodai dengan perlakuan buruk suaminya. Entah karena terlanjur cinta, atau sebab lain, ia akhirnya tetap mencoba memepertahankan pernikahan dengan suami yang sudah membuat hatinya teriris perih.

Mungkin masih banyak perempuan lain yang sulit melepaskan belenggu cintanya meski sering menerima perlakukan buruk dari kekasih yang dicintainya itu. Saya ucapkan salut kepada Manohara yang berani melepaskan belenggu cintanya –saat cinta membuat sisi kemanusiaannya diinjak-injak oleh orang yang awalnya dia cintai. Dia rela, meski harus melepaskan segala kemewahan sebagai istri Pengeran Kerajaan Kelantan.

Masih banyak Manohara-Manohara yang lain. Tapi apakah mereka akan seberani Manohara Pinot dalam memperjuangkan kebahagiaan hidupnya saat cinta membelenggu dirinya dalam penderitaan, saat sisi kemanusiaannya tidak dianggap lagi sebagai manusia?@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.