Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Jumat, Juni 12, 2009

Dialog Cinta dan Kematian

Sebuah pemberian tanpa pamrih yang didasari dengan cinta dari pasangan hidup, ternyata bisa begitu membekas bahkan sampai pasangan hidup kita meninggal dunia. Sudahkah kita memberikan cinta terindah untuk pasangan hidup sebelum ajal menjemput kita?

BULAN purnama malam itu tampak cerah bertengger di sudut langit, secerah hati Burhan dan Wulan. Untuk merayakan ultah perkawinan ke-5, mereka sengaja ingin menikmati malam itu hanya berdua. Halaman kamar mereka yang berada di lantai dua, mereka sulap menjadi ruang makan yang romantis. Usai mencicipi makan malam, mereka menikmati indahnya pancaran sinar bulan purnama. Refleksi perjalanan perkawinan mereka dijadikan menu obrolan yang hangat. Mulai dari awal perkenalan sampai nikah, hingga saat-saat sulit menjalani riak-riak masalah yang pernah mereka hadapi.

”Istriku, sudahkah kau mempersiapkan diri seandainya Abang meninggal kelak?”, tanya Burhan sambil menatap Wulan yang duduk di hadapannya.

Wulan terlihat kaget. ”Kenapa sih Abang nanya soal kematian?”, tanyanya dengan raut muka ketakutan. Burhan tersenyum melihatnya.

”Abang tidak bermaksud menakut-nakuti Dek. Tapi, Abang harus bisa memastikan agar jangan sampai Ade’ menjadi terpuruk apabila Abang meninggal kelak”. Burhan menarik napas pelan.
”Abang minta maaf ya Dek, bila mungkin selama ini belum bisa menjadi suami yang baik untuk Adek”.

Wulan merasa seolah-olah ini saat terakhir kebersamaan mereka. Perasaan takut kehilangan suami mulai menggelayuti hatinya. Wulan menggenggam erat tangan suaminya,”Abang sudah jadi suami yang baik kok, mungkin Adek yang belum bisa jadi istri shalehah ya Bang? Maafin Adek juga ya Bang!”.

Saat itu mereka sadar bahwa ajal bisa kapan saja menjemput mereka. Entah siapa yang lebih dulu, mungkin Burhan atau Wulan. Tapi dengan mengingat kematian, mereka bertekad untuk lebih mencintai pasangan. Karena bisa jadi, hari itu adalah hari terakhir mereka bersama, yang berarti terakhir pula mereka bisa saling mengekspresikan cinta.
***

PERNAHKAH kita memperbincangkan soal kematian kapada pasangan hidup kita? Memang sepertinya aneh, karena biasanya perbincangan seperti ini khusus bagi mereka yang sudah uzur. Padahal kematian bisa jadi sangat dekat dengan kita yang masih muda sekalipun. Ada dua kemungkinan yang muncul saat ”kematian” dibahas antara pasangan suami-istri (pasutri);

1. Akan membuat kita pesimis dan terpuruk, karena akan berpisah dengan pasangan hidup kita. Ini bisa terjadi pada mereka yang kurang iman, atau mereka yang terlalu menggantungkan hidup dan cintanya pada pasangan tanpa dibarengi cinta kepada Allah, Dzat Yang Menciptakan dan memiliki diri kita.

2. Semakin tumbuh keinginan untuk saling memberi dan mencintai pasangan. Karena sadar bahwa kematian pasti akan datang, sehingga timbul keinginan untuk menikmati seoptimal mungkin saat kebersamaan yang Allah berikan meski tinggal sedetik.

Kematian pasti akan terjadi pada semua makhluk ciptaan-Nya. Namun, yang jadi pertanyaan, akankah orang menangisi dan merasa kehilangan diri kita, atau sebaliknya merasa bersyukur saat kepergian kita? Seberapa banyak orang yang merasa kehilangan diri kita kelak? Minimalnya pada lingkup keluarga, apa yang telah kita beri pada keluarga kita? Akankah nanti keluarga kita merasa kehilangan saat kita meninggal, atau justru bahagia karena terbebas dari ulah kita yang menyakitkan?

Pernah ada seorang penyair yang ditinggal mati istri yang begitu dicintainya, lalu menuangkan kesedihannya dengan membuat sajak berlembar-lembar. Sajak itu berisi ungkapan rasa kehilangan yang mendalam sehingga menyayat hati bagi orang yang membacanya. Sebuah totalitas cinta sang istri ternyata mampu menggerakkan tangan suaminya untuk menuangkan rasa cintanya tersebut dalam sebuah karya.

Memang, meratapi kepergian seseorang lalu menjadikan kita tidak bergairah dalam hidup, tidak dibenarkan dalam Islam. Namun, hikmah yang bisa diambil dari kisah sang penyair di atas, bahwa sebuah pemberian tanpa pamrih yang didasari dengan cinta dari pasangan hidup, ternyata bisa begitu membekas bahkan sampai pasangan hidup kita meninggal dunia. Sudahkah kita memberikan cinta terindah untuk pasangan hidup sebelum ajal menjemput kita? Semoga Allah selalu membimbing kita untuk saling mencintai karena-Nya. (Tabloid MQ, Des, 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.