Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Kamis, September 03, 2009

Rasa Sayang Tak Harus Memilih


ANAK adalah amanah, anak adalah ujian sekaligus karunia terindah yang Allah berikan pada manusia. Bagi seorang perempuan, ketika melihat anak yang begitu cantik, pintar, lucu dan memiliki tubuh sehat, montok berisi dan berkulit bersih, pasti naluri keibuannya akan muncul seketika untuk menyayangi mereka. Tapi di sisi lain, kadang saya berpikir tentang anak-anak yang memiliki keterbatasan baik secara fisik, moral, atau ekonomi. Anak-anak cacad, anak-anak nakal yang sempat terjerumus dunia hitam, anak-anak jalanan korban kemiskinan ekonomi. Pada anak seperti ini, jarang orang yang mau mendekati atau bahkan menyayangi mereka.

Tapi saya pernah membaca kisah seorang ibu yang begitu tulus mencintai anak yang memiliki keterbatasan. Pada saat ia mengidap penyakit kanker dan divonis hidupnya tidak lama lagi, ia malah memelihara anak dari panti asuhan. Anehnya ia mengambil anak-anak yang memiliki keterbatasan secara fisik, berwajah kurang menarik, bisu, cacad dan sebagainya.

Awalnya ia hanya mengasuh seorang anak. Ketika satu tahun berlalu dan ternyata vonis dokter bahwa hidupnya kurang dari 1 tahun tidak terbukti, ia pun kembali mengambil satu anak asuh. Begitu seterusnya sampai tahun ke-5, sehingga anak asuhnya pun berjumlah 5 orang.

”Kalau anak-anak normal, cantik dan sempurna, siapa pun akan mau menyayangi mereka. Tapi anak-anak cacad itu, siapa yang mau mengambil mereka sebagai anak asuh? Siapa yang mau menyayangi mereka? Padahal justru merekalah yang lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kita,” begitu beliau beralasan.

Seharusnya rasa sayang tidak harus memilih. Tapi memang begitulah hati manusia, ”kasih sayang” lebih mudah tumbuh pada sesuatu yang mengenakkan mata, telinga atau panca indera kita. Bukankah kasih sayang bersumber dari hati, tapi kenapa terpaut pada fisik ?

Satu lagi kisah seorang bidan yang hidup di Jakarta, kebetulan bidan itu masih saudara saya. Salah satu pasien yang datang mau melahirkan anak, malah menawarkan pada bidan itu agar mau mengangkat anak yang akan dilahirkannya. Alasannya, karena ia janda tapi hamil tanpa jelas siapa bapak dari anak yang dikandungnya (berprofesi WTS). Selain malu, juga tidak punya biaya untuk masa depan anaknya kelak. Karena kasihan, bidan ini mau merawat anaknya, bahkan bebas biaya melahirkan. Tapi dengan catatan bila anak yang lahir perempuan. Ternyata anaknya lahir perempuan, maka jadilah bidan ini mengangkat anak tersebut.

Sampai anak itu berusia 3 tahun, ibu dari anak itu datang lagi ke bidan ini. Ibu itu bermaksud meminta sejumlah uang sebagai harga atas anak yang dulu diberikan pada bidan ini secara gratis. Saudara-saudara saya yang lain menganjurkan agar anak itu dikembalikan saja pada ibu kandungnya, daripada diperas. Apalagi secara fisik anak itu jauh dari cantik dan lahir dari seorang ibu yang kurang baik secara moral. Khawatir sifatnya akan menurun pada anak itu. Tapi dengan tenang, bidan ini berkomentar, ”Meski anak ini lahir dari ibu yang kurang bermoral, tapi siapa tahu bila dididik dengan agama dalam sebuah rumah tangga yang kondusif, kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang sholehah”.

Bidan ini pun tetap mempertahankan anak itu dan memberikan pengertian pada ibu itu agar merelakan anaknya tanpa memeres dengan uang sepeser pun. Akhirnya ibu itu setuju.

Ironis memang, ada seorang ibu yang tega menjual bahkan membunuh anak kandungnya. Tapi di sisi lain ada ibu yang tulus menyayangi anak yang tidak ada hubungan darah setetes pun. Seandainya rasa sayang harus memilih, seharusnya ibu kandunglah yang lebih bertanggungjawab, yang harus lebih menyayangi anaknya.

Adakalanya rasa sayang tidak harus memilih
Biarkan kasih sayang itu terus mengalir pada orang-orang yang membutuhkan,
bukan sebatas yang bisa menyenangkan hati kita.
Biarkan rasa sayang itu terus mengalir, tanpa ada tuntutan menerima timbal balik.
Biarkan rasa sayang itu terus mengalir, tanpa pilih kasih
Karena seharusnya rasa sayang tidak harus memilih.
(Indah, Tabloid MQ/Juni 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.