Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Rabu, September 02, 2009

Mudik Pertama Pasangan Baru



Mudik pulang kampung memang menyenangkan, apalagi saat Idul Fitri. Karena kita akan berkumpul dengan keluarga besar yang mungkin tidak bisa kita temui selain saat liburan Idul Fitri. Meski harus bersusah payah mengantri karcis, berdesak-desakan di kendaraan bahkan menghadapi jalanan yang macet, tetap bersemangat karena terbayang akan menumpah rindu dengan keluarga.

Mudik bagi keluarga baru, pasangan baru, meski masih merasakan manisnya bulan madu, bila tidak disikapi dengan arif bisa menimbulkan masalah. Apalagi bila masing-masing pasangan bersikeras ingin berlebaran di keluarga besarnya masing-masing, sementara mereka tinggal di rantau yang jauh dari tempat asal mereka. Sebut saja Karim yang berasal dari Cianjur dengan istrinya Nety (Garut). Mereka tinggal di Garut, namun letaknya cukup jauh dari rumah orangtua Nety. Lebaran pertama mereka jalani di Cianjur. ”Lebaran tahun depan di Garut, deh.” janji Karim kepada istrinya. Tapi ternyata di tahun kedua, suaminya tetap ngotot ingin berlebaran di Cianjur. Demikian juga pada lebaran ketiga. Akhirnya, Nety mulai kesal. Mereka pun berlebaran di kota asal mereka masing-masing.

Tentu kita tidak berharap hal itu akan terjadi di rumah tangga kita. Menyikapi kasus seperti di atas, menurut Mas Amri, panggilan akrab Masrukhul Amri, MBA.Ph.D - seorang Knowledge Entrepreneur dan Konsultan Manajeman Strategik Alternatif - akan lebih baik kalau keduanya tidak mudik dulu ke rumah masing-masing. Gunakan waktu untuk berlebaran di tempat rantau untuk bersilaturahmi ke tetangga yang mungkin selama ini jarang kita kunjungi karena kesibukan kerja.

Bagi suami-istri yang terbiasa merantau sejak sebelum menikah, mudik bukan suatu masalah. Seperti Mas Amri sendiri yang asli Kediri dan beristrikan orang Bangka, kini merantau di Bandung. Mas Amri bisa berlebaran di mana saja, mana yang lebih mudah dijangkau. Apalagi ketika sudah memiliki anak yang masih kecil, hal ini harus menjadi pertimbangan. Mereka tidak bisa memaksa diri untuk mudik.

Bahkan pengasuh acara Hidup untuk Hidup di MQFM ini, kadang memilih pulang tidak pada saat Lebaran Idul Fitri. Lebaran Haji (Idul Adha) menjadi alternatif pilihan bermudik. Kebetulan, di Sumatra Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sama ramainya. Meski kadang ada kesulitan untuk mendapatkan tiket pulang-pergi, tapi penumpang tidak sepadat seperti saat mudik Idul Fitri.

Kepada keluarga baru, Mas Amri mengingatkan bahwa menikah adalah untuk menempuh hidup baru, maka keduanya harus betul-betul siap dengan kehidupan barunya itu. Adakalanya orangtua atau mertua seperti berebut ingin anaknya pulang ke rumah mereka. Tugas kitalah untuk memberikan pemahaman kepada mereka bahwa ketidakpulangan kita bukan karena lupa pada mereka. Sebagai penawar rindu, telefonlah atau kirimi mereka kartu atau surat.

Bagi pasangan yang memang hendak mudik, penting bagi mereka untuk mendialogkan rencana mudik tersebut pada saat masih Ramadan, atau bahkan sebelum itu. Diskusikan akan berlebaran di mana. Lihat juga kondisi keuangan, alat transport, anak, oleh-oleh yang akan dibawa, dsb. Meski secara psikologis kita akan kecewa bila kenyataannya tidak sesuai dengan yang direncanakan, kita harus tetap berpikir realistis. Inti dari mudik adalah silaturahmi, maka jangan sampai tujuan silaturahmi kepada keluarga besar, malah merenggangkan silaturahmi keluarga kecil kita. Apalagi bila hanya karena tidak jadi mudik, terjadi konflik antara suami-istri. Na'uzubillahi min dzalik. (Indah/Tabloid MQ, Nov 2004)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untaian kata darimu selalu kunantikan.