Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Selasa, Oktober 19, 2010

Bayang-Bayang Mimpi



Siang mulai melemah menjemput petang. Aku memasuki sebuah perkampungan miskin yang sepertinya sedang terjadi kebakaran. Api hampir melalap sebagian besar rumah-rumah penduduk yang mayoritas berdindingkan bambu berlantai tanah.

Tanpa pikir panjang aku langsung memasuki rumah salah satu penduduk yang ternyata milik seorang janda beranak tiga. Aku membuka dapur rumahnya. Tampak seorang ibu sedang berada di depan tungku pawon, sepertinya tubuhnya terluka. Namun, ketiga anaknya pun butuh pertolongan. Sulit rasanya aku menolong semuanya dalam waktu bersamaan meski semuanya butuh bantuan segera. Aku mencoba menjangkau korban yang paling dekat denganku. Seorang bayi tampak tergeletak di amben dapur tersebut. Tanpa pikir panjang aku langsung menggendongnya dan membawanya ke luar rumah. Sekujur tubuhnya melepuh akibat terbakar api.

Begitu aku keluar rumah, aku dikagetkan dengan kehadiran seorang pria yang tiba-tiba berada di depanku, pas di depan pintu dapur rumah tersebut. Dia pasti bukan orang kampung ini. Batinku. Penampilannya sangat bersih dan rapi, sangat berbeda dengan penampilan orang-orang di kampung tersebut. Dia mengenakan baju koko putih bersih yang dipadu celana panjang warna hitam. Kulitnya pun bersih. Rambutnya yang sedikit ikal memanjang hingga ujung bawah leher ditutup kopeyah warna hitam, seperti kopeyah khas Indonesia. Wajahnya itu...belum pernah saya lihat sebelumnya. Bukan hanya tampan, tetapi juga bersih dan bercahaya, sangat bercahaya hingga membuatku sedikit silau melihatnya. Siapa dia? Batinku penasaran.

“Maaf, Anda siapa, yah?” tanyaku kepada orang tersebut.

Dia tidak langsung menjawab pertanyaanku malah memberikan info lain.

“Aku kelas dua Mualimin Jogja?” jawabnya tegas.

Aku ingat kalau di Jogja memang ada Madrasah Aliyah (setingkat SMA) Mualimin yang semua muridnya laki-laki dan diasramakan.

Berarti dia lebih muda dariku. Batinku karena waktu itu aku sudah kuliah.

“Kamu mau kemana?” Tanya laki-laki itu kepadaku.

“Aku harus mengungsi menyelamatkan diri bersama orang-orang kampung ini,” jawabku sambil menggendong bayi yang aku tolong.

“Ini bekal buatmu di jalan. Mengungsi pasti banyak menghadapi masalah dan membutuhkan banyak bekal,” kata dia sambil menyerahkan tiga bungkus keresek hitam sangat besar yang biasanya dipakai untuk mengantongi sampah. Entah apa isinya aku nggak tahu. Dia pun tidak memberitahukannya.

“Tapi, gimana saya membawanya? Saya kan harus menggendong bayi ini,” kataku sambil memperlihtakan bayi yang ada dalam gendonganku.

Sekilas dia melihat ke arah bayi itu.

“Kalau begitu kita jalan bareng aja,” katanya sambil membopong tiga keresek besar tersebut.

Kami pun berjalan beriringan bersama orang-orang sekampung tersebut meninggalkan kampung yang hampir menjadi lautan api. Kami melewati jalanan berbatu dan persawahan hingga sampai ke sebuah kampung. Sepertinya aku kenal dengan kampung ini. Batinku. Yah, ini kampung halamanku. Oh...

Tiba-tiba aku terbangun. Ternyata aku cuma mimpi.

Mimpi itu telah lama berlalu, lebih dari sepuluh tahun lalu, tetapi mengapa ingatan pada mimpi itu sepertinya masih terus melekat di benakku? Ingatan akan bayi yang kulitnya melepuh. Oh... seandainya itu nyata, mungkin aku tidak akan pernah tega/sanggup menggendong bayi dengan kondisi demikian.

Satu lagi, ingatan akan lelaki berwajah cerah itu. Kata-katanya.. seperti nyata, tetapi realitasnya tidak pernah ada. Semua hanya bunga tidur, tetapi mengapa mimpi itu masih terus bergelayut manja di benakku? Ah... apa ada makna tertentu dari mimpiku? Tapi, apa maknanya? Ah... aku bukan ahli tafsir mimpi.

“Ini bekal buatmu di jalan. Mengungsi pasti akan banyak menghadapi masalah dan membutuhkan banyak bekal.”

Kata-kata itu masih terus terngiang. Apa mungkin ini berarti perjalanan hidupku memang akan menghadapi banyak ujian dan tantangan dan aku harus membekali diri ini dengan kekuatan penuh (Bekal—yang entah apa itu).

Ya Allah, seandainya Engkau memang berkehendak menguji hamba, maka kuatkan diri ini untuk mampu menghadapinya ya Allah...semoga ujian demi ujian di kehidupan hamba mampu membawa hamba untuk dekat kepada-Mu. Amiiin.

Ya Allah, sesungguhnya aku ini lemah, maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku, wahai Dzat Yang Maha Pengasih.@

2 komentar:

  1. sosok aku = tah indah? Mimpinya bisa terkenang2 gitu ya...berarti jangan berharap Deja Vu, ngeri jadinya, kalo mimpi jadi nyata seperti itu...

    BalasHapus
  2. Pak Ade, iya, itu mimpiku. hehehe...mimpi dibeja2 nyak...
    mungkin krn sekrang banyak terjadi kasus kebakaran jadi teringat mimpi itu lagi.

    Gak berharap itu terjadi, kecuali berharap bertemu dg lelaki berwajah cerah itu. hehehe...

    BalasHapus

Untaian kata darimu selalu kunantikan.