Kado untuk Para Pecinta Sejati, Seperti Cinta Ibu kepada Anaknya, Bagai Mentari yang Menyinari Dunia ini.
Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!
Selasa, Januari 12, 2010
Dijual Sel Tahanan Kelas VIP
“Tersedia kamar tahanan ukuran 8 x 8 dengan fasilitas TV layar datar, kulkas, dan ruang ber-AC. Kalau mau fasilitas ruang karaoke khusus yang mewah, juga boleh.”
Sekilas, mungkin kita mengira itu iklan penawaran kamar hotel atau kamar kontrakan. Tetapi, ternyata itu bukan iklan penawaran kamar kontrakan atau kamar hotel. Itu adalah kamar tahanan kelas VIP di negara kita yang notabene dihuni oleh para koruptor kelas kakap. Entah berapa harga per kamarnya, yang pasti fasilitas itu benar-benar tersedia. Enak, dong ya….jadi tahanan seperti mereka. Makanan terjamin, tempat tinggal nyaman, hanya kebebasan saja yang tergadaikan.
Sementara di ruang tahanan lain kelas ekonomi, para tahanan harus berdesakan dalam satu kamar dengan kondisi memprihatinkan. Alasannya cukup klise, “Memang ruang tahanan kita sudah tidak cukup lagi menampung para NAPI yang semakin bertambah jumlahnya tanpa dibarengi penambahan ruangan.” Lagi-lagi dana menjadi kambing hitam. Tetapi, ironisnya, kok bisa ya membuat ruang tahanan mewah yang hanya dihuni oleh segelintir NAPI?
Akhir-akhir ini mencuat kabar mengejutkan kalau terpidana kasus suap dari Ratu Lobi Artalita Suryani (Ayin) menikmati ruang tahanan yang begitu mewah seperti yang saya gambarkan di atas. Masyarakat bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi? Kasus seperti ini sebenarnya sudah lama berlangsung di negeri ini, hanya saja selama ini seolah aman takterjamah pemberitaan publik. Kasus-kasus seperti inilah yang semakin menambah coreng-moreng dunia hukum kita. Kasus orang kecil yang hanya mencuri tiga buah kakau dipermasalahkan begitu heboh hingga pelakunya harus ditahan dalam hitungan bulan dengan fasilitas yang sangat kurang memadai. Padahal, kesalahan mereka hanya karena lapar. Tetapi, orang yang yang jelas-jelas mencuri uang negara miliaran malah difasilitasi tempat yang nyaman. Hm….miris.
Belum lagi dengan stigma lain yang muncul di kalangan para tahanan kasus narkoba, bahwa mereka justru semakin bebas mendapatkan barang haram di tempat mereka ditahan. Bukan hanya itu, mereka juga bisa bebas berpesta putaw, ganja, dan narkoba jenis lain di sana. Na’udzubillahi min dzalik. Muncullah stigma lain bahwa para tahanan justru menjadi semakin ahli dalam kejahatan yang mereka lakukan. Kalau dulu mereka hanya menjadi pemakai narkoba, setelah disel malah bisa menjadi bandarnya. Kalau dulu mereka disel karena mencuri ayam, setelah keluar mereka lihai mencuri kambing, sapi, dan sebagainya.
Kalau mau mengkritisi kondisi Lapas dan para tahanannya, sebenarnya banyak sekali catatan yang harus menjadi agenda perbaikan (meski saya bukan orang yang secara langsung berurusan dengan Lapas, kecuali sekali saja waktu diminta mengisi pengajian di Lapas khusus perempuan di Bandung). Mafia peradilan bolah dibilang telah menjadi ujung persoalan masalah ini. Tetapi, saya tidak akan membahas soal mafia peradilan ini karena saya bukan ahli hukum, politikus, pengamat hukum, atau pengamat politik. Saya hanya rakyat kecil yang merasa prihatin dengan persoalan yang menimpa negeri ini.
Saya mencoba melihat masalah para tahanan ini dari sisi dampak sosialnya. Apa jadinya negeri ini kalau para tahanannya justru merasa betah tinggal di tahanan? Nyatanya mereka sering keluar-masuk tahanan, berarti kan mereka betah. Kalau tidak betah, seharusnya mereka tidak sudi kembali ke balik jeruji besi. Butuh makan dan sulitnya mencari pekerjaan di luar tahanan menjadi alasan mendasar mereka kembali ke penjara.
Dipesantrenkan Saja
Sel tahanan ternyata tidak memberi efek jera bagi para NAPI. Di sana mereka bisa bertemu dengan orang-orang senasib, bisa sharing tentang keahlian mereka dalam dunia kejahatan. Tanpa pembekalan ilmu agama yang cukup (meski katanya guru ngaji/penceramah, pendeta, dan pemuka agama lain telah didatangkan untuk mengisi ruhiyah sesuai keyakinan mereka), mereka pun bisa semakin liar.
Tidak adanya “pola pembinaan” yang tepat yang mengarahkan mereka kepada pertobatan, mungkin inilah penyebabnya. Mereka hanya dikurung di suatu tempat agar tidak melakukan kejahatan di luar, tapi di dalam sel tidak diberi pengertian dan dan arahan untuk memerbaiki perbuatan mereka. Seharusnya tim “Tujuh Hari Menuju Tobat” yang pernah ditayangkan di TV masuk ke sel-sel tahanan agar para napi insyaf dan bertobat. Atau buat pola pembinaan ala pesantren masuk dalam kegiatan keseharian mereka. Tentu saja dengan fasilitas yang jauh dari kemewahan. Lha wong para santri saja dididik untuk hidup sederhana dengan makan seadanya, tidur hanya beralaskan tikar seperti Rasulullah Saw. Masak para tahanan yang seharusnya benar-benar dididik minimal menjadi pribadi lebih baik dari sebelum masuk rutan harus hidup bermewah-mewahan. Kapan mereka akan jera dan menyadari kesalahannya?
Kalau para anggota lapas ini sibuk ngaji, saya pikir tidak akan ditemukan lagi tahanan yang mengisi kegiatan di sana dengan luluran atau perawatan kecantikan lain seperti yang sering dilakukan Ayin, tahanan yang selalu tampak ayu dan kenes saat hadir di persidangan. Biarkan orang-orang seperti mereka mengisi kesehariannya dengan pertobatan. Hm….mungkin nggak, yah? Mimpi, kali ye…..@
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kamar sel kok mewah??????? aneh???? bisa luluran?????? hmmmm
BalasHapusPadahal 'kecantikan' menurut Fatima Mernissi bisa di dapat dari membaca! Ah sungguh jauh pola fikir ruhani dan jasmani ya? hmmmmm
membaca dan menulis, lengkapnya. kalau membaca mengayakan pengetahuan kita, penguatnya adalah menulis. menulis juga bisa menjadi terapi psikologis untuk menghilangkan segala kepenatan dan ganjalan di hati. klo kepenatan hati hilang kan jadi segar tuh jiwa dan raga, makanya awet muda.
BalasHapusIndonesia kan kaya, jadi kemewahan ada dimana-mana, termasuk di ruang tahanannya.
BalasHapusana sing abang, ana sing ijo, ana uga sing biru. kaya ngono kuwi sing jenengane urip.
BalasHapusyen putih kabeh, utawa ireng kabeh, kehidupan ora berjalan. jarena wong loh ya...
salam kenal,
salwangga
Salwangga. sip lah....
BalasHapus