Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Selasa, November 09, 2010

Keganasan di Balik Keindahan Gunung Merapi

 
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” 
(QS Al Ahzab, 33: 72)

Sebuah ayat yang menggambarkan betapa beratnya amanat yang dipikul oleh manusia sebagai Khalifatullah fil Ardh. Namun, pada kenyataannya, amanat tersebut tidak jarang malah membuat manusia terlena dan berbuat zalim dengan amanat-Nya. Wajar bila kemudian Allah Swt. menimpakan azab atas kelalaian manusia. Betapa banyak bencana yang telah menimpa negeri ini sebagai akibat perbuatan tangan manusia. Banjir, tanah longsor, kekeringan, tsunami, meletusnya gunung berapi dan sebagainya, telah membuka luka perih di Bumi yang terkenal gemah ripah loh jinawi ini.

Gunung berapi yang dimiliki negeri ini tidak luput pula menorehkan sejarah kedahsyatan di balik keagungan ciptaan Allah Swt. salah satunya Gunung Merapi yang terletak di wilayah Jawa Tengah.
         
Gunung Merapi,
Pesona Alam yang Tidak Pernah Padam


“Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh,  dan  Kami  tumbuhkan  padanya  segala  macam  tanaman  yang indah dipandang mata.” (QS Qaaf, 50: 7)

Gunung Merapi mempunyai ketinggian 2968 m dari permukaan laut, terletak + 25 km dari Yogyakarta. Gunung Merapi terbentuk pertama kali sekitar 60.000 - 80.000 tahun yang lalu. Terkenal sebagai gunung berapi yang masih sangat aktif hingga saat ini. Namun, sejarah aktivitasnya baru mulai diamati dan ditulis sebagai dokumen sejak tahun 1791.

Puncak Merapi menjanjikan daya pikat keindahan matahari terbit pada pagi hari dengan pemandangan alami dari jajaran Gunung Ungaran, Telomoyo, dan Merbabu. Gunung Merapi dan sekitarnya juga menawarkan wisata gunung api, seperti udara yang sejuk, lintas alam, keindahan kubah lava yang masih aktif, bahkan “wedus gembel” yang banyak ditakuti orang pun kadang menjadi pemandangan yang diburu para wisatawan.

Pesona alam yang unik dan indah ini, beserta aneka kegiatannya, bahkan dapat dinikmati wisatawan saat Gunung Merapi "aktif normal". Pada saat ada peningkatan kegiatan, juga ada peningkatan sajian keindahan, tetapi tentu menyimpan bencana.

Bagi masyarakat desa di lereng Merapi sampai ketinggian 1700 m, Merapi membawa berkah material pasir. Sedang bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan.

Keganasan Merapi

Gunung Merapi sebagai salah satu kekayaan negeri ini, selain memberikan pesona alam yang indah, juga menyimpan kaganasan yang tak tertanggungkan. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2 - 3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10 - 15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besarnya di tahun 1006, membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Hindu harus berpindah ke Kediri dan memberikan peluang bagi umat Muslim untuk menjadi penguasa. Letusannya di tahun 1930, menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.

Secara morfologi, tubuh Gunung Merapi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
kerucut puncak, lereng tengah, lereng kaki, dan dataran kaki. Kerucut puncak dibangun oleh endapan paling muda berupa lava dan piroklastik. Satuan lereng tengah dibangun oleh endapan lava, piroklastik, dan lahar. Sedangkan lereng kaki dan dataran kaki tersusun dari endapan piroklastik, lahar, dan aluvial.

Dari bentuknya, dibandingkan dengan Gunung Merbabu di sebelahnya, Gunung Merapi jauh lebih runcing. Hal ini menunjukkan pertumbuhan bagian puncaknya relatif lebih cepat. Kerucut puncak Merapi yang sering disebut sebagai Gunung Anyar, merupakan bagian Merapi yang paling muda. Semua aktivitas Merapi terpusat pada puncak kerucut ini. Kawah utama Merapi saat ini berupa bukaan berbentuk tapal kuda yang mengarah ke barat-barat daya.

Aktivitas Gunung Merapi dicirikan oleh magma yang keluar perlahan dari dalam tubuh gunung api (guguran lava pijar) dan menumpuk di puncak hingga berbentuk kubah lava dengan volume 0,9 juta meter kubik lebih. Di kubah lava dan sekitarnya, gas vulkanik dan uap air dimanifestasikan sebagai lapangan solfatar/fumarol. Puncak Garuda merupakan produk lava yang menyerupai burung garuda, yang merupakan titik tertinggi Gunung Merapi dan merupakan lokasi untuk melihat kubah lava yang masih aktif.

Jarak luncur guguran lava pijar tersebut sejauh 200 meter dari puncak. Guguran lava pijar itu akan membahayakan jika meluap dari Puncak Garuda dan meruntuhkan kubah yang mengelilinginya di puncak, lalu longsor ke bawah. Jika longsoran itu volumenya sangat besar maka terjadilah wedus gembel (awan panas). Wedus gembel, menurut salah satu sumber, berupa awan panas dan debu dengan suhu 3000 derajat celsius yang meletus hingga ketinggian 3.000 meter dari puncaknya.

***

Betapa Maha Kuasanya Allah melalui ciptaan-Nya berupa gunung berapi ini, hingga Allah menggambarkan dalam QS Al Hajj, 22: 18. “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. Perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An Naml, 27: 88)

“Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan.” (QS. l Muzammil, 73: 14)

Semoga kita termasuk hamba yang dapat mengambil pelajaran dari keindahan dan keganasan bunung berapi ini. Sebagai bukti kadahsyatan gunung berapi, terutama Gunung Merapi di Jawa Tengah, kami tampilkan salah satu korban Gunung Merapi yang terkena semburan awan panas “wedus gembel” duabelas tahun lalu, Bapak Maryoto.

Merapi memang bukan tipe gunung yang meletus dengan meledak-ledak. Material yang ada dalam awan panas itu meliputi bongkahan batu, kerikil, pasir dan abu yang bercampur dengan lava pijar sehingga panasnya mematikan.

Menurut Ir. Dewi Sri Sayudi, Staf Ahli Geologi BPPTK, Lava pijar itu bukan cairan panas yang meleleh dari dalam Bumi. Namun, bongkahan batu yang pijar atau membara yang dibentuk oleh magma yang muncul ke permukaan Bumi. “Ketika lava pijar tersebut longsor ke lereng, akan saling berbenturan satu sama lain. Benturan tersebut menimbulkan ledakan gas dari dalam batuan yang sangat panas. Itulah yang membuat wedus gembel bersuhu sangat tinggi, sekitar 400 derajat celsius," terang Dewi Sri. Suhu panas yang cukup membuat kulit meleleh seperti yang dialami Maryoto. (Indah, dari berbagai sumber)***

Kisah TMQ_Juli 2006

Maryoto,  
Anugerah Termahal yang Tidak Tergantikan


"Meski harus bekerja dan mengurus suami, saya tetap bahagia karena masih bisa berkumpul dengan keluarga, saat orang lain berpisah
dengan orang-orang yang disayangi." tutur istri Maryoto.

Sejak Merapi beraksi kembali sebulan lalu dan menelan banyak korban, Merapi kembali menjadi pusat perhatian. Apalagi Mbah Marijan, kuncen Merapi, ikut pula menjadi korban keganasan Merapi tahun ini. Kalau “geger” Merapi tahun 2006 lalu Mbah Marijan masih bisa selamat dari amuknya Merapi dan memilih tetap bertahan di rumahnya, amuk Merapi kali ini membuatnya tidak berdaya lagi. Sapuan asap panas “wedus gembel” telah mengakhiri hidupnya, sekaligus mengakhiri tugasnya sebagai kuncen Merapi.

Fenomena Merapi 2010 ini kembali mengingatkan kita pada peristiwa “beraksinya” Merapi tahun 1994. Saat itu Merapi meletus dan menyemburkan awan panas yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “wedus gembel”. Letusan ini memorak-porandakan dan menyapu habis Desa Turgo, Purwobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sebanyak 68 warga Turgo harus meradang nyawa karena amuk Merapi.

Untuk melihat langsung kondisi terkini warga Turgo, Winarno dari MQ menyambangi relokasi warga Turgo di Sudimoro, Purwobinangun, Pakem, Yogyakarta. Di relokasi ini, MQ sempat berbincang-bincang dengan satu-satunya korban wedus gembel Merapi 1994 yang masih hidup. Beliau bernama Maryoto (saat itu berusia 58 tahun). Meski selamat dari wedus gembel, tetapi ia harus hidup dalam keterbatasan. Bibirnya susah digerakkan untuk sekadar berucap sepatah dua patah kata. Pendengarannya sudah berkurang, bahkan kedua telinganya berubah bentuk karena meleleh. Jari-jari tangannya menyatu karena meleleh terkena semburan awan panas sehingga sulit untuk digerakkan, begitu pun kakinya.

Bagaimana kronologis kejadian Merapi saat hingga membuat Maryoto mengalami luka bakar begitu dahsyat?

Selasa Kliwon, 22 November 1994 silam, sekitar pukul 08.00 pagi, Maryoto ikut bantu-bantu di rumah tetangganya yang sedang mengadakan acara pernikahan. Selang beberapa jam, tepatnya pukul 11.00, tiba-tiba hari itu menjadi gelap. Bumi berguncang karena gempa, barang-barang di rumah itu berjatuhan, bahkan rumah pun roboh. Puncak Merapi terlihat mengeluarkan gumpalan asap panas berwarna kemerah-merahan. Bentuknya yang seperti bulu kambing gembel (wedhus gembel). Sementara petir terdengar berkali-kali, memekakkan telinga.

Semua yang hadir dalam acara tersebut panik. Orang-orang berusaha menyelamatkan diri. Namun, secepat orang lari tetap kalah oleh cepatnya aliran awan panas yang menerjang mereka. Dalam sekejab, Desa Turgo-Purwobinangun, Kabupaten Sleman, habis tersapu dahsyatnya awan panas. Turgo luluh lantak bagaikan kota mati, batu-batu berserakan, rumah-rumah roboh. Dalam beberapa menit kemudian, rumah-rumah, tanah, tanaman, semua dipenuhi gumpalan abu Gunung Merapi.

“Yah, begitulah keadaan suami saya setelah cacat terkena semburan wedus gembel tahun 1994. Bicara susah, pendengarannya berkurang, makan saja harus disuapin. Pokoknya di rumah hanya duduk-duduk, nggak bisa ngapa-ngapain kayak dulu,” ujar Kasiyem, istri Maryoto, mengawali perbincangan dengan MQ sambil duduk berdampingan dengan Maryoto.

Saat terjadi bencana Merapi itu, Kasiyem sedang berjualan di pasar Kaliurang. Anaknya yang paling kecil sekolah di TK, anak pertama dan kedua sedang bekerja. Rumahnya kosong. Ketika melihat puncak Merapi mengeluarkan awan panas, saat itu juga Kasiyem menutup jualannya di pasar untuk pulang menengok keadaan rumah. Sebelum sampai di rumah, ia bertemu Pak Dukuh yang mengabarkan bahwa suaminya terkena semburan awan panas dan sudah dibawa ke RS Sardjito Yogyakarta. Kasiyem segera pergi ke RS Sardjito. Ia begitu sedih dan prihatin melihat suaminya terbaring mengenaskan di rumah sakit bersama korban lainnya. Tubuh Maryoto menghitam seperti luka bakar, kulitnya lengket dengan baju yang dikenakannya.

“Semua orang yang datang di acara hajatan pernikahan itu meninggal dunia, termasuk tuan rumah, kedua mempelai, dan para tamu undangan, kecuali suami saya. Kalau dihitung, mungkin sekitar 25 orang yang meninggal. Makanya saya sangat bersyukur, meskipun suami saya mengalami cacat seumur hidup. Alhamdulillah ia masih diberi umur. Inilah anugerah Allah yang sangat berharga dalam hidup saya, ternyata Allah masih menyayangi suami saya,” papar Kasiyem pasrah.

Maryoto dirawat selama lima bulan. Biaya perawatannya ditanggung pemerintah. Setelah Maryoto dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit, sekitar April 1994, ia sempat pulang ke rumahnya di Turgo, lalu pindah ke tempat relokasi warga Turgo atas anjuran Kepala Dusun, Bapak Waji.

Maryoto sekeluarga beserta warga Turga lainnya, kini tinggal di tempat relokasi. Mereka dibuatkan kapling-kapling sebagai tempat tinggal. Di tempat ini, Kasiyem mencoba membuka lembaran hidup baru dengan menerima jasa cucian dari tetangganya. Ia tidak lagi berjualan di pasar Kaliurang. Sebelum cacat, Maryoto berprofesi sebagai petani dan perajin anyaman bambu. Beruntung sekali Maryoto memiliki istri seperti Kasiyem, ia begitu setia tanpa mengeluh menggantikan posisinya sebagai penopang ekonomi keluarga.

Mereka memilih tetap tinggal di tempat relokasi karena merasa aman dari Merapi. Sesekali Kasiyem menengok rumahnya di Turgo yang sudah dikosongkan, sekalian mengurus tanaman di sawahnya. Ia rela meski harus berjalan jauh menuju Turgo, lalu kembali ke tempat relokasi.

“Kadang saya merasa berat. Tapi mau bagaimana lagi, ini semua sudah takdir dari Allah yang harus saya terima. Inilah anugerah termahal selama hidup saya yang tak bisa digantikan dengan apa pun. Meski harus bekerja dan mengurus suami, saya tetap bahagia karena masih bisa berkumpul dengan keluarga, saat orang lain berpisah dengan orang-orang yang disayangi,” ucap Kasiyem menutup perbincangan dengan MQ.

(Ditulis oleh Indah berdasarkan laporan Winarno/MQ) ***

Tanggapan Pakar

Ganasnya “Wedus Gembel

Oleh dr. Tauhiid Nur Azhar, M.Kes


 Wedus gembel adalah awan panas yang berisi material vulkanik dari gunung berapi, tapi lebih didominasi unsur gas. Lava gunung berapi biasanya keluar dalam bentuk unsur pijar dan gas. Bila lava ini keluar bersentuhan dengan udara, dan mendapat tekanan, maka unsur gasnya lebih dominan. Ia menjadi awan panas yang biasa dikenal dengan istilah wedus gembel. Panasnya bisa mencapai 400 derajat celcius. Jadi, cukup membuat tubuh manusia matang. Dalam radius 500 meter pun, panasnya sudah dapat dirasakan.

Tubuh manusia 70 persennya terdiri dari air. Air tersebut akan mendidih saat terkena awan panas ini. Kekuatan maksimal protein di tubuh kita untuk menahan panas hanya sampai 96 derajat celcius. Saat terkena panas yang melebihi angka tersebut, protein tubuh akan “pecah”. Begitu pun unsur-unsur lain, semuanya tercerai-berai. Daya tahan lemak di tubuh terhadap panas bahkan lebih rendah lagi. Di atas 70 derajat celcius lemak akan terurai.

Ada dua kerusakan dalam tubuh saat terkena awan panas. Pertama, kerusakan organ tubuh (lemak, karbohidrat dsb.) putus ikatan kimiawinya, sehingga tubuh berubah bentuk. Kedua, kerusakan dari dalam karena air di dalam tubuh terkonduksi panas. Luka-luka ini ada tingkatannya: tingkat satu, dua, tiga, dst. Luka bakar yang akut, meluas dan dalam, ada pula persentasenya.

Luka bakar yang diderita Maryoto, mungkin di atas 50 %. Secara logika sulit untuk bisa tertolong. Namun beliau bisa bertahan. Ini sungguh luar biasa. Walau telah melakukan pengobatan, namun luka bakarnya sudah membakar protein dalam tubuh, sehingga jaringan-jaringan yang tersisa tidak cukup mampu membuat jaringan baru. Akibatnya, sisa jaringan yang ada menarik jaringan tubuh lain. Kalau jaringan itu mengenai otot-otot rahang, bibir dan mulut, maka akan membuat mulut tidak bisa terbuka. Inilah yang menyebabkan tubuh menjadi cacad. Wallahu a’lam.@


5 komentar:

  1. Anonim1:54 PM

    Indah tapi ganas... dua sisi yang tak bisa dipisahkan. :D

    BalasHapus
  2. Mari merenung ....

    BalasHapus
  3. 'uluran tangan' yang mereka sangat perlukan...

    BalasHapus
  4. Buat Anonim, Bang Aswi, dan Ade Truna...
    makasih komennya yah....

    BalasHapus
  5. mengingatkan kita...bahwa kita hanya-lah manusia biasa yang nggak ada apa-apanya dibanding dengan Yang Maha Segalanya..

    http://ayahkuhebat.wordpress.com

    BalasHapus

Untaian kata darimu selalu kunantikan.