Selamat Datang Bagi Para Pecinta, yang Bersedia Menumbuh-Suburkan Cinta Demi Kedamaian di Dunia Ini!

Senin, November 29, 2010

Kearifan di Balik Arung Jeram


Berarung jeram bareng kru MQ Media di Situ Cileunca, Pangalengan.
  

Hanya orang-orang yang berani mengarungi terjalnya kehidupanlah, yang tidak akan ngeri lagi dengan kemelut hidup. Maka arungilah hidup ini, meski jeram dan batu cadas menghadang di depan.

Arung jeram, bagiku adalah sebuah olah raga yang tampaknya sangat mengerikan. Sang pemain harus bisa menaklukkan arus yang deras, jeram yang curam, batu-batu besar dan tajam di sana-sini yang siap menghantam tubuh sang pemain. Hanya orang-orang yang menyukai tantangan yang berani melakukannya.

Namun, alhamdulillah Allah Swt. pernah memberi saya kesempatan untuk mencoba menikmati olah raga ini. Awalnya memang ada rasa ngeri. Tapi setelah dijalani, ternyata mengasyikkan juga, bahkan membuatku ketagihan. “Rahasia agar bisa mengapung di air dengan selamat adalah tenang, jangan panik. Karena kalau panik, malah akan tenggelam,” bagitu sang pelatih memberi pembekalan pada kami saat memulai pelajaran mangapung di air dengan mengenakan baju pelampung sebelum melakukan arung jeram.

Saya tetap merasa khawatir, karena nggak bisa renang. “Terus terang saya nggak bisa renang, tapi asal kita paham dan mau mematuhi aturan yang ada, insya Allah selamat. Tapi kita juga jangan merasa sombong, merasa pasti bisa. Jadi tetaplah menggantungkan harapan keselamatan hanya pada Allah,” kata sang pelatih memberi kayakinan pada kami.

Setelah dijelaskan segala safety procedure yang ada, satu per satu kami pun mulai turun sungai. Saat tiba giliranku masuk sungai di air yang dalamnya setinggi leher, aku mulai mengangkat satu kaki, kemudian dua kaki, mulailah mengapung. Sesaat kemudian aku seperti mau tenggelam. Teringat pesan pelatih, maka aku coba menenangkan hati, mencoba keluar dari kepanikan. Dan alhamdulillah sampai juga di batas akhir pemberhentian. Di sana telah menunggu pelatih lain yang siap dengan tali bantu untuk kami naik.

Selesai pembekalan mengapung di air, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Arung jeram. Kami naik perahu karet bertujuh, enam orang peserta duduk di lantai (dasar) perahu karet dan seorang pelatih sebagai pemandu duduk di bibir perahu bagian belakang. Sesekali ia berdiri. Pemandu inilah yang menjadi nahkoda kapal, kapan kami harus mengayunkan dayung dan kapan berhenti mengayun. Perahu karet kami terus berlayar mengikuti arus air sungai.

“Ayun!”, seru pemandu di belakang.

“Berhenti!”, serunya kemudian.

Rupanya di depan kami ada jeram kecil, di sekitarnya tampak batu-batu besar menyembul dari permukaan air.

“aa…uu…!”, kami menjerit antara rasa ngeri dan girang. Ini petualangan baru, kapan lagi bisa menjerit lepas selain di sini.

“Ayun!”, kembali pemandu memberi aba-aba saat arus mulai tenang. “Lebih keras lagi!”.

Selesai melakukan arung jeram, tangan mulai terasa pegal. Rasa capek, panas terik matahari yang membakar muka, dan basah kuyup seluruh tubuh, tidak kami hiraukan. Kepuasan di sisi hati lebih mampu menghapus semua keluh kesah itu. Apalagi karena kami sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Hari itu saya bukan sekadar mendapat pengalaman baru tentang olah raga arung jeram, tapi sekaligus dapat pelajaran hidup. Ternyata banyak rahasia alam yang harus dipelajari untuk mengarungi segala ciptaan Allah. Gunung, lembah, laut, sungai besar, jeram curam, dsb. bisa ditaklukkan asal kita tahu ilmunya. "Maka nikmat Allah manakah yang akan engkau dustakan?" (QS Ar Rahman)

Tapi lebih penting dari itu semua adalah insigh-nya. Kadang persoalan hidup hadir di hadapan kita, lalu kita merasa takut dan ngeri karena yang terbayang di benak kita adalah kesulitan dan kesedihan. Sedang kita tidak mau merasakan semua itu. Anehnya lagi, kadang manusia suka mendramatisir masalah. Sehingga masalah yang dihadapi terasa semakin berat.

Namun, bagi seorang petualang, dia malah akan tertantang untuk menaklukkannya. Lalu, berguru pada seorang alim yang akan memandunya pada tujuan hidup yang sebenarnya. Dia hadapi segala persoalan hidup dengan terus belajar dan mengolahnya menjadi sebuah perjalanan penuh hikmah. Kadang dia harus terus mengayun dayungnya, memompa semangatnya. Namun, kadang harus berhenti mendayung, saat arus yang dilalui tenang.

Untuk menjalani dan menapaki kehidupan perlu kiranya seperti orang yang ingin mengapung di air dengan selamat, yaitu memiliki jiwa yang tenang tanpa kesombongan karena sang pengapung tidak tahu akan selamatkah dia nanti sebelum benar-benar sampai di daratan. Tentu harus terus mengingat Allah sebagai penguat keimanan. Kita juga tidak akan bisa melihat kesuksesan seseorang kecuali kalau ia meninggal dunia, apakah khusnul khatimah atau su’ul khatimah. Kalau dia khusnul khatimah maka berarti sukses.

Seorang yang berarung jeram tidak harus mereka yang pandai berenang asal paham aturan main dan mau mengikutinya. Begitupun dalam kehidupan, keselamatan bukan mutlak milik mereka yang bertitel, berharta atau segala atribut lain. Asal mampu menjalani aturan-aturan Allah, insya Allah selamat.

Persoalan hidup sering membuat pemiliknya merasa capek, lelah dan getir. Namun, bila dia telah mampu menaklukkan persoalan hidupnya, kepuasan akan lebih mampu memenuhi rongga hatinya. Apalagi bila semua itu justru bermuara pada penemuan cinta kepada Yang Esa, yaitu Allah Swt. Wallahu’alam. @@











7 komentar:

  1. terjal dan curam kehidupan memang bukan untuk dilewati, tapi, untuk di hadapi. siapa kuat ia yang akan terus maju. siapa menyerah, ia rebah.

    kenapa ada orang yang bilang "hidup ini begitu berat bagiku"?

    salam kenal,
    tripomo

    BalasHapus
  2. Salwangga, makasih udah baca tulisanku. Betul banget, kita ini lahir di dunia sudah menjadi juara. Bukankah setiap sperma yang menjadi janin terjadi karena pertarungan dengan ribuan sperma lain? maka satu sperma yang menjadi janin adalah sprema terkuat, yang berhasil mengalahkan sperma lain. ketika hidup di dunia pun kita pasti sudah diberi perangkat oleh Allah Swt. untuk mampu menjadi "kuat", kuat dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup. Dan janji Allah pasti, bahwa Dia tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan hamba-Nya.

    BalasHapus
  3. "apa yang membuat ember ini berat?", tanyaku.

    "airnya, lah!", kata temen

    "karena diangkat", jawabku. lebih lanjut lagi, "karena diangkat, makanya terasa berat. karena dirasa-rasain, makanya terasa tersiksa. kalau mau terasa enjoy, ya jangan di rasa2in. nikmatin aja."

    itulah hidup.

    nice. tulisan di blog ini semuanya mengundang untuk 'berfikir' dan 'merenung.

    salam kenal dan rasanya senang klo bisa diskusi lebih lanjut di "salwangga@yahoo.com".

    BalasHapus
  4. Salwangga, sip bgt. makasih ya...bila ingin berbincang bisa kontak saya di YM dengan nama indah_ratna. silahkan add saya.

    BalasHapus
  5. udah sal add tuch, cuma, koq lagi gak online :)

    BalasHapus
  6. pengalaman yang bisa kita renungkan sbg inspirasi dalam menjalankan hidup...sukses ya mbakyu!

    BalasHapus
  7. Adetruna, makasih pak ade dah baca tulisanku. sukses slalu juga buat Pak Ade.

    BalasHapus

Untaian kata darimu selalu kunantikan.