Berarung jeram bareng kru MQ Media di Situ Cileunca, Pangalengan. |
Hanya
orang-orang yang berani mengarungi terjalnya kehidupanlah, yang tidak akan
ngeri lagi dengan kemelut hidup. Maka arungilah hidup ini, meski jeram dan batu
cadas menghadang di depan.
Arung jeram, bagiku adalah sebuah
olah raga yang tampaknya sangat mengerikan. Sang pemain harus bisa menaklukkan
arus yang deras, jeram yang curam, batu-batu besar dan tajam di sana-sini yang
siap menghantam tubuh sang pemain. Hanya orang-orang yang menyukai tantangan
yang berani melakukannya.
Namun,
alhamdulillah Allah Swt. pernah memberi saya kesempatan untuk mencoba menikmati
olah raga ini. Awalnya memang ada rasa ngeri. Tapi setelah dijalani, ternyata
mengasyikkan juga, bahkan membuatku ketagihan. “Rahasia agar bisa mengapung di
air dengan selamat adalah tenang, jangan panik. Karena kalau panik, malah akan
tenggelam,” bagitu sang pelatih memberi pembekalan pada kami saat memulai
pelajaran mangapung di air dengan mengenakan baju pelampung sebelum melakukan
arung jeram.
Saya
tetap merasa khawatir, karena nggak bisa renang. “Terus terang saya nggak bisa
renang, tapi asal kita paham dan mau mematuhi aturan yang ada, insya Allah selamat.
Tapi kita juga jangan merasa sombong, merasa pasti bisa. Jadi tetaplah menggantungkan
harapan keselamatan hanya pada Allah,” kata sang pelatih memberi kayakinan pada
kami.
Setelah
dijelaskan segala safety procedure yang ada, satu per satu kami pun
mulai turun sungai. Saat tiba giliranku masuk sungai di air yang dalamnya
setinggi leher, aku mulai mengangkat satu kaki, kemudian dua kaki, mulailah
mengapung. Sesaat kemudian aku seperti mau tenggelam. Teringat pesan pelatih,
maka aku coba menenangkan hati, mencoba keluar dari kepanikan. Dan alhamdulillah
sampai juga di batas akhir pemberhentian. Di sana telah menunggu pelatih lain yang
siap dengan tali bantu untuk kami naik.
Selesai
pembekalan mengapung di air, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Arung jeram. Kami
naik perahu karet bertujuh, enam orang peserta duduk di lantai (dasar) perahu
karet dan seorang pelatih sebagai pemandu duduk di bibir perahu bagian belakang.
Sesekali ia berdiri. Pemandu inilah yang menjadi nahkoda kapal, kapan kami
harus mengayunkan dayung dan kapan berhenti mengayun. Perahu karet kami terus
berlayar mengikuti arus air sungai.
“Ayun!”,
seru pemandu di belakang.
“Berhenti!”,
serunya kemudian.
Rupanya
di depan kami ada jeram kecil, di sekitarnya tampak batu-batu besar menyembul
dari permukaan air.
“aa…uu…!”,
kami menjerit antara rasa ngeri dan girang. Ini petualangan baru, kapan lagi
bisa menjerit lepas selain di sini.
“Ayun!”,
kembali pemandu memberi aba-aba saat arus mulai tenang. “Lebih keras lagi!”.
Selesai
melakukan arung jeram, tangan mulai terasa pegal. Rasa capek, panas terik
matahari yang membakar muka, dan basah kuyup seluruh tubuh, tidak kami
hiraukan. Kepuasan di sisi hati lebih mampu menghapus semua keluh kesah itu. Apalagi
karena kami sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Hari
itu saya bukan sekadar mendapat pengalaman baru tentang olah raga arung jeram,
tapi sekaligus dapat pelajaran hidup. Ternyata banyak rahasia alam yang harus
dipelajari untuk mengarungi segala ciptaan Allah. Gunung, lembah, laut, sungai
besar, jeram curam, dsb. bisa ditaklukkan asal kita tahu ilmunya. "Maka
nikmat Allah manakah yang akan engkau dustakan?" (QS Ar Rahman)
Tapi
lebih penting dari itu semua adalah insigh-nya. Kadang persoalan hidup
hadir di hadapan kita, lalu kita merasa takut dan ngeri karena yang terbayang
di benak kita adalah kesulitan dan kesedihan. Sedang kita tidak mau merasakan
semua itu. Anehnya lagi, kadang manusia suka mendramatisir masalah. Sehingga
masalah yang dihadapi terasa semakin berat.
Namun, bagi seorang petualang, dia malah akan tertantang untuk menaklukkannya. Lalu, berguru
pada seorang alim yang akan memandunya pada tujuan hidup yang sebenarnya. Dia hadapi
segala persoalan hidup dengan terus belajar dan mengolahnya menjadi sebuah
perjalanan penuh hikmah. Kadang dia harus terus mengayun dayungnya, memompa
semangatnya. Namun, kadang harus berhenti mendayung, saat arus yang dilalui
tenang.
Untuk
menjalani dan menapaki kehidupan perlu kiranya seperti orang yang ingin
mengapung di air dengan selamat, yaitu memiliki jiwa yang tenang tanpa
kesombongan karena sang pengapung tidak tahu akan selamatkah dia nanti sebelum
benar-benar sampai di daratan. Tentu harus terus mengingat Allah sebagai
penguat keimanan. Kita juga tidak akan bisa melihat kesuksesan seseorang
kecuali kalau ia meninggal dunia, apakah khusnul khatimah atau su’ul
khatimah. Kalau dia khusnul khatimah maka berarti sukses.
Seorang
yang berarung jeram tidak harus mereka yang pandai berenang asal paham aturan
main dan mau mengikutinya. Begitupun dalam kehidupan, keselamatan bukan mutlak
milik mereka yang bertitel, berharta atau segala atribut lain. Asal mampu
menjalani aturan-aturan Allah, insya Allah selamat.
Persoalan
hidup sering membuat pemiliknya merasa capek, lelah dan getir. Namun, bila dia
telah mampu menaklukkan persoalan hidupnya, kepuasan akan lebih mampu memenuhi
rongga hatinya. Apalagi bila semua itu justru bermuara pada penemuan cinta
kepada Yang Esa, yaitu Allah Swt. Wallahu’alam.
@@
terjal dan curam kehidupan memang bukan untuk dilewati, tapi, untuk di hadapi. siapa kuat ia yang akan terus maju. siapa menyerah, ia rebah.
BalasHapuskenapa ada orang yang bilang "hidup ini begitu berat bagiku"?
salam kenal,
tripomo
Salwangga, makasih udah baca tulisanku. Betul banget, kita ini lahir di dunia sudah menjadi juara. Bukankah setiap sperma yang menjadi janin terjadi karena pertarungan dengan ribuan sperma lain? maka satu sperma yang menjadi janin adalah sprema terkuat, yang berhasil mengalahkan sperma lain. ketika hidup di dunia pun kita pasti sudah diberi perangkat oleh Allah Swt. untuk mampu menjadi "kuat", kuat dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup. Dan janji Allah pasti, bahwa Dia tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan hamba-Nya.
BalasHapus"apa yang membuat ember ini berat?", tanyaku.
BalasHapus"airnya, lah!", kata temen
"karena diangkat", jawabku. lebih lanjut lagi, "karena diangkat, makanya terasa berat. karena dirasa-rasain, makanya terasa tersiksa. kalau mau terasa enjoy, ya jangan di rasa2in. nikmatin aja."
itulah hidup.
nice. tulisan di blog ini semuanya mengundang untuk 'berfikir' dan 'merenung.
salam kenal dan rasanya senang klo bisa diskusi lebih lanjut di "salwangga@yahoo.com".
Salwangga, sip bgt. makasih ya...bila ingin berbincang bisa kontak saya di YM dengan nama indah_ratna. silahkan add saya.
BalasHapusudah sal add tuch, cuma, koq lagi gak online :)
BalasHapuspengalaman yang bisa kita renungkan sbg inspirasi dalam menjalankan hidup...sukses ya mbakyu!
BalasHapusAdetruna, makasih pak ade dah baca tulisanku. sukses slalu juga buat Pak Ade.
BalasHapus