Logam bulat itu berceceran di laci Leli, karyawan bank di Menteng, Jakarta Pusat. Takjauh dari meja Leli, logam putih dan kuning berkumpul dalam wadah plastik di meja Joko. Mereka harus berbagi dengan penjepit kertas. Sekitar
Di luar gedung itu, dua buah koin berdesakan dalam saku celana pengguna angkot kopaja. Sementara
Keberadaan benda bundar itu pun kadang dikebiri oleh sebagian pusat perbelanjaan. Dengan dalih menambah keuntungan, uang recehan pun diganti dengan permen. Takbeda jauh dengan swalayan, awak kenek pun seringkali enggan menerima recehan. Raut muka mereka langsung berubah masam kala mendapati penumpang membayar dengan uang logam.
Begitulah nasib uang logam. Diremehkan, dikebiri, diremehkan, dan tidak dihargai. Sebuah gambaran yang takjauh beda dengan rakyat di negeri ini. Suara mereka tidak terdengar, hilang tersapu kabut markus, mafia peradilan, pejabat korup, birokrasi makelar, dan wakil rakyat yang tidak bersuara atas nama rakyat.
Melalui koin, rakyat kini bersuara lantang melakukan perlawanan. Rakyat berusaha melawan tirani kekuasaan yang hanya memberi ruang keadilan bagi segelintir kalangan. Mereka bersatu dalam gerakan Koin Peduli Prita. Dengan adanya gerakan ini, koin yang tadinya berceceran, kini mendadak dikumpulkan. Belum keadilan itu bergema di ruang pengadilan, koin-koin itu kini telah menghirup keadilan. Uang logam itu dicari dan menjadi bernilai, sama dengan saudara mereka, si uang kertas. Ayo dukung Koin Peduli Prita. Info lebih lengkap hubungi: Jl. Taman Margasatwa No.60 Jatipadang, Jakarta Selatan, telp (021) 7800271.
Untuk Bandung, bisa datang ke Tobucil & Klabs, Jl. Aceh No. 56 Bandung.
Salam 'Koin Keadilan'
Susan Sutardjo
(dari sebuah milis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untaian kata darimu selalu kunantikan.